Imparsial: Selesaikan Kasus Korupsi Basarnas di Peradilan Umum

Jakarta – Penyidik menunjukan barang bukti kasus suap pengadaan proyek alat deteksi korban reruntuhan Basarnas, saat memberikan keterangan kepada wartawan di gedung KPK, Jakarta, Rabu 26 Juli 2023.

Penyidik menunjukan barang bukti kasus suap pengadaan proyek alat deteksi korban reruntuhan Basarnas, saat memberikan keterangan kepada wartawan di gedung KPK, Jakarta, Rabu 26 Juli 2023. (Beritasatu.com / Joanito De Saojoao)

Jakarta, Beritasatu.com – Imparsial meminta agar penyelesaian kasus korupsi di Basarnas, khususnya yang melibatkan prajurit TNI, tetap dilakukan oleh KPK dan kasusnya disidangkan di peradilan umum.

Dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi, Sabtu (29/7/2023), Direktur Imparsial Gufron Mabruri mendesak KPK untuk mengusut tuntas, transparan, dan akuntabel, atas dugaan korupsi yang melibatkan Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfiandi dan Koordinator Staf Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas, Letkol Adm Afri Budi Cahyanto.

Gufron menyatakan pengungkapan kasus tersebut harus menjadi pintu masuk untuk mengungkap kasus-kasus dugaan korupsi yang melibatkan prajurit TNI lainnya, baik di lingkungan internal maupun eksternal TNI.

“KPK harus memimpin proses hukum terhadap siapa saja yang terlibat dugaan korupsi di Basarnas. KPK sebagai garda terdepan dalam pemberantasan korupsi tidak boleh takut untuk memproses hukum perwira TNI yang terlibat korupsi. Jangan sampai UU Peradilan Militer menjadi penghalang untuk membongkar skandal pencurian uang negara secara terbuka dan tuntas,” tegasnya.

Oleh karena itu, Gufron mendorong pemerintah dan DPR untuk merevisi Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Pasalnya, UU tersebut selama ini sering digunakan sebagai sarana impunitas dan alibi untuk tidak mengadili prajurit TNI di peradilan umum. Apalagi, revisi UU Peradilan Militer menjadi salah satu agenda yang dijanjikan Presiden Joko Widodo pada Nawacita periode pertama kekuasaannya.

Selain itu, pemerintah juga wajib mengevaluasi keberadaan prajurit TNI aktif di berbagai instansi sipil, terutama pada instansi yang bertentangan dengan ketentuan yang diatur dalam UU TNI. Keberadan prajurit TNI di instansi sipil hanya akan menimbulkan polemik hukum ketika terjadi pelanggaran, seperti dugaan korupsi, yang dilakukan oleh prajurit TNI aktif.

“Kasus dugaan korupsi misalnya, tidak bisa diusut secara cepat dan tuntas, karena eksklusivisme hukum yang berlaku bagi prajurit TNI yang melakukan tindak pidana,” katanya.

Pada kesempatan itu, Gufron Mabruri juga menilai langkah KPK yang meminta maaf dan menyerahkan kasus dugaan korupsi kabasarnas dan koorsmin kabasarnas kepada Puspom TNI merupakan langkah yang keliru dan dapat merusak sistem penegakan hukum pemberantasan korupsi di Indonesia. Korupsi sebagai kejahatan yang tergolong tindak pidana khusus seharusnya membuat KPK menggunakan UU KPK sebagai pijakan dan landasan hukum dalam memproses militer aktif yang terlibat dalam kejahatan korupsi. KPK dapat mengabaikan mekanisme peradilan militer dengan asas lex specialis derogat legi generalis. Dengan demikian, KPK seharusnya mengusut kasus ini hingga tuntas dan tidak perlu meminta maaf.

“Permintaan maaf dan menyerahkan perkara kedua prajurit tersebut kepada Puspom TNI hanya akan menghalangi pengungkapan kasus tersebut secara transparan dan akuntabel. Lebih dari itu, permintaan maaf dan penyerahan proses hukum keduanya bisa menjadi jalan impunitas,” ujarnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *